Puisi-puisi Gustu Sasih
Gustu Sasih lahir tahun 1988 di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Namanya tercantum dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (YHPI, 2017). Menulis puisi sejak masih SMP. Berawal dari ketertarikannya pada potongan-potongan puisi yang sering ia temukan pada lembar-lembar soal ujian. Puisi-puisinya telah diumumkan di sejumlah surat kabar dan media online. Juga tergabung dalam beberapa antologi bersama. Buku kumpulan puisi konkretnya berjudul Puisi 2 Dimensi (LeutikaPrio, Januari 2015).
menyambut tamu
tak lagi hanya syak wasangka dan hasad kuna. ada yang tiba, mereka dari kalangan bukan alim ulama. soal tetangga jahat, biar saja tinggal dosa tanpa kesumat. yang fardu, tamu mutlak dijamu. itu hak. walau kau-aku tidak benar-benar tahu, yang mana pemilik pisau lipat seukuran telunjuk , yang kita tidak tahu kelak ke arah mana hendak ia iris-tusuk
ajaran baru dari seberang laut. pelajari dulu sebelum kau anut. sebelum syahadat kuucap dalam hati tak hanya di mulut
sebelum tuhan, mesti kau-aku. sebab kaki yang berjalan dengan begitu banyak yang dituju. maka belajar. maka pintar. sebab korban melulu si bebal, si dungu. di mana kita diam, di situ ada apa saja yang kita butuh telisik-baca. pukul sepuluh sebelum terik cuaca, strategi mereka rancang untuk menggunduli pikiran siapa saja yang mudah menyerah dan iba
mari duduk. jangan tunduk seperti bulu kuduk yang runduk. ini gunungsari. hanya pecundang sial yang memilih lari dari tempat duduk. mari berpeluk. mereka sudah lama duduk
2017
bukan pulang
ini bukan pulang, yi. ini berangkat ke dekat. tak usah kau sebut gerung yang jauh, pagutan, pagesangan, atau tanjung karang. cukup dari gunungsari ini kau memandang. seperti gustu yang menelisik tempo hari. kuliti saja sejumlah peristiwa yang berkemas hilang, mereka yang bergegas pergi membawa keluh tanah kelahiran, mereka yang datang dari simpang jauh (yang pandai mencuri dan tidak tidur malam), tembok tinggi berhias mural dari tangan angkuh, juga tanah tua yang dihimpit masa lampau, ruko, rumah, pergaulan jadah, mantera pelet dari jauh, perkara makruh, dst
suara mesin saja, yi, lebih buruk dari tamu yang tidak tahu adab. bisa memberi jawab. sandi masa kini yang tidak rahasia, yang terpampang bagai rambu jalan, adakah kau melihatnya sebagai gudang tanpa pintu? sebagai terminal dibanjiri penumpang?
2017
dari tengah bentrok tafsir
tubuh jatuh ke lesehan, ke sisa pohon yang masih bertahan, ke sepeda motor, ke tembok sekolah, ke lubang galian fiber optik, ke tubuh binatang jinak
yang datang: bunyi sirine dari tempat yang amat jauh. bukan anjing protagonis yang dikirim gustu dari luar biloq songkang
ini tanda yang tak mengada
ibarat perang, ini awal dari kelam, awal dendam ditumpahkan pelan-pelan
tubuh hanya obyek. hanya soal bentuk, gerak, dan warna
apa-apa yang di luar tubuh: mutan tanpa akal
yang lahir: sunyi dan ketakutan-ketakutan, gaduh dan kematian-kematian
mata dadu, hanya soal laga hidup-mati apa-apa yang tak sama
tak ada luar, tak ada dalam, sebab pagar pekarangan telah dicuri ke dalam dongeng masa kini
rumah hanya dilindungi pintu
yang bertamu: musuh sungguh, musuh dalam selimut, musuh dari tempat-tempat jauh
“ini tak ada akhir. akan begini-begini saja. itu sebab aku pernah bilang, kita butuh pulang.”
gustu tampak murung, semurung murai batu yang lapar dalam sangkar. aku tahu ia begitu letih. apa-apa yang membabibuta dalam hatinya, dalam kepalanya, aku tahu
“pulang tidak melulu kalah, menyerah, pengecut, atau pecundang. pulang adalah cara paling baik untuk menyadarkan musuh bahwa mereka telah jatuh. jatuh ke dalam muslihat yang dari mereka asalnya.”
2017